Jumat, 07 Desember 2007

JOGJAKU RUWET 2005

Terms of References

JOGJAKU RUWET

REFLEKSI UNTUK MENINGKATKAN KEPEDULIAN DAN KETERLIBATAN MASYARAKAT LUAS AKAN KONSERVASI LINGKUNGAN HIDUP MELALUI PENYELENGGARAAN FESTIVAL SENI RUPA LINGKUNGAN PERKOTAAN

Tanggal 1 Oktober – 30 Oktober 2005 dalam rangka

Hari Habitat Sedunia 2005 “ The City : Habitat for Humanity “

Kolaborasi oleh :

YAYASAN HIJAU GPL Jogjakarta

HOTEL MELIA PUROSANI Jogjakarta

YAYASAN KANOPI INDONESIA Jogjakarta

Didukung oleh :

PEMKOT Jogjakarta

BAPEDALDA DIY

PSLH UGM

BKSDA DIY

Planet Notebook

JOGJA TV

Majalah GONG

www.thetrekkers.com

BLANK! Creative Design

JOGJAKARTA 2005


ABSTRAKSI

Kota Jogjakarta, yang telah berumur lebih dari tiga abad, yang dalam sejarahnya berawal mula dari kota istana. Kota istana yang dicirikan oleh susunan spatialnya yang mencerminkan konsepsi rakyat tentang alam semesta. Raja dan istananya dipandang sebagai pusat alam semesta dan penjaga keseimbangan alam semesta tersebut (interaksi harmonis antara manusia – alam – Sang Pencipta).

Seiring dengan perkembangan jaman dan keterbukaan terhadap pengaruh dari luar (arus globalisasi?) yang masuk, Kota (modern) Jogjakarta sekarang ini telah mengalami perkembangannya yang sedemikian rupa, berbagai teknologi global (mutakhir) dan budaya konsumtif telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat Jogjakarta.

Dan salah satu yang menerima efek dari perkembangan ini adalah lingkungan hidup. Teknologi (komunikasi) mutakhir yang telah menjembatani masuknya budaya global ke segala relung kehidupan dan budaya konsumtif yang marak, secara perlahan tapi pasti mulai mengikis warna budaya dan nilai-nilai budaya yang dimiliki Jogjakarta sendiri, yang menjadikan kota ini sebagai identitas yang istimewa. Warna budaya dan nilai-nilai budaya itu juga yang menciptakan keseimbangan antara kehidupan manusia dan lingkungan hidup di sekitarnya, dimana lingkungan hidup adalah daya dukung kelangsungan hidup manusia. Dan ketika warna budaya dan nilai-nilai budaya itu mulai ditinggalkan, posisi lingkungan hidup sebagai daya dukung kelangsungan kehidupan manusia juga akan diabaikan. Kekuatan dari fungsi dan manfaat lingkungan hidup tidak akan lagi menjadi faktor yang ikut membangun peningkatan kesejahteraan manusia. Bahkan secara komulatif, akan menjadi sebuah bencana yang buruk bagi kehidupan, bersumber dari kondisi lingkungan hidup yang sangat jelek.

Seperti kita tahu, berbagai kondisi lingkungan hidup di perkotaan Jogjakarta sudah mulai menunjukkan kecenderungan meningkat ke arah yang mengkhawatirkan. Beberapa hal antara lain :

a. Mulai dari transportasi yang semakin padat, telah menunjukkan tingkat polusi udara yang melebihi ambang batas dari standar yang telah ditetapkan, dimana ini akan memberikan dampak pada kesehatan manusia. Sementara faktor yang dapat mereduksi polusi udara ini malah semakin dikurangi karena kebutuhan akan ruang, perubahan ruang untuk sector ekonomi yang tidak memperhatikan faktor lingkungan hidup. (Prof.Dr Otto Sumarwoto, 2005)

b. Ada lagi, proses konsumsi yang semakin meningkat, ternyata meninggalkan timbunan sampah dengan volume per hari-nya yang semakin banyak. Dan kadang masih kita jumpai kebiasaan membuang sampah sembarangan di banyak sudut kota, atau di jalanan umum, atau bahkan di sungai. Meskipun demikian, sementara ini masih saja dianggap aman karena toh masih cukup tempat untuk membuang sampah tersebut, yaitu di Tempat Pembuangan Sampah Akhir. Sebuah tempat paling jorok di kota ini, yang ternyata masih menampilkan pergulatan manusia di situ untuk tetap bertahan dan mengais hidup dari berkah terakhir kota ini. Kita mungkin akan bertanya lagi, sampai berapa lama tempat tersebut dapat menampung sampah-sampah ini? Bagaimana kapasitas maksimalnya, agar tidak terjadi seperti kelongsoran gunung sampah seperti di Leuwi Gajah beberapa saat lalu?Kalau tempat tersebut umurnya tinggal 5 tahun lagi kemampuannya, selanjutnya bagaimana?Dan bagaimana apabila perihal sampah ini dimulai dengan merubah paradigma “pembuangan akhir” menjadi “pengelolaan akhir”?

c. Permasalahan sungai dan perkampungan kumuh. Beberapa titik perkampungan padat di tengah kota, dimana ini sebagai wilayah permukiman dengan mayoritas penghuninya berstatus social-ekonomi rendah dan kondisi rumah mereka di bawah standar, mulai menunjukkan potensi permasalahan lingkungan hidup yang cenderung meningkat ke arah yang mengkhawatirkan. Di perkampungan yang juga berada di dekat aliran sungai yang membelah kota Jogjakarta. Mulai dari permasalahan sanitasi yang minim, sampai dengan masih berlangsungnya kebiasaan membuang sampah di sungai. Dan kondisi ini akan menyebabkan tingkat kualitas air tanah dan sungai di wilayah Jogjakarta akan semakin buruk. Dari pemeriksaan pada tahun 2003,tingkat kandungan bakteri coliform tinja secara rat-rata di sungai yang mengalir di kota Jogjakarta mencapai 520 juta per mililiter, jauh melebihi ambang batas normalnya yang hanya 2.000 per mililiter (data Departemen Kesehatan DIY tahun 2003). Tingkat pencemaran yang cukup tinggi ini juga secara otomatis akan berdampak pada tingkat risiko yang mengancam kesehatan manusia yang tinggal di wilayah tersebut. Untuk mengurangi pencemaran dan tingkat risikonya ini, perlu adanya upaya peningkatan kesadaran tentang cara hidup yang sehat, serta tidak membuang sampah di sungai.

d. Permasalahan kawasan hutan tropis alami di kawasan Gunung Merapi. Kawasan yang menyimpan berbagai keanekaragaman hayati endemik dan langka, dengan hutan tropisnya yang merupakan habitat flora dan fauna. Sebagai habitat fauna langka dan dilindungi seperti burung Elang Jawa yang terancam punah (observasi lapangan terakhir diperkirakan hanya tinggal 2 (dua) pasang saja, burung Elang Hitam, Macan Kumbang, Muncak, dan lain-lain. Sebagai habitat flora langka dan endemic (hanya ada di kawasan Merapi ini), seperti beberapa spesies tanaman anggrek hutan. Masyarakat sekitar Merapi juga mengandalkan hidup dan mata pencahariannya dari hutan, baik dari mengumpulkan berbagai jenis hasil hutan seperti rumput untuk pakan ternak, kayu rencek sebagai bahan bakar rumah tangga. Dan mereka mempunyai ritual budaya khusus untuk memperingati interaksi mereka dengan Merapi, sebuah ungkapan syukur. Namun sekarang, kita dapat mulai menyaksikan perusakan sumber daya alam yang semena-mena di kawasan ini. Aktivitas-aktivitas dengan menghancurkan kondisi lingkungan hisup dan pelanggaran hak dan tradisi mayarakat lokal. Sebagai contoh, salah satu sektor perekonomian yang mendatangkan pendapatan daerah tetapi dengan mengabaikan keseimbangna alam adalah penggalian pasir secara besar-besaran dan tidak terkontrol oleh pemodal besar. Juga aktivitas perburuan satwa liar secara illegal di kawasan lindung Merapi ini, bahkan untuk jenis-jenis satwa liar yang langka dan dilindungi undang-undang, dimana selanjutnya satwa liar yang tercerabut dari habitat tempat tinggal alaminya tersebut seringkali kita temui sudah berada di pasar (Pasar Ngasem salah satunya) atau di rumah-rumah pribadi. Aktivitas ini diyakini akan menghilangkan fungsi dan manfaat satwa liar ketika mereka hidup bebas di habitat alaminya, sebagai penyeimbang keberlanjutan daur hidup ekosistem tersebut. Dan masih banyak lagi berbagai aktivitas yang merugikan ekosistem kawasan Merapi ini. Dengan secara perlahan kehilangan kawasan ekosistem alami Merapi ini, berarti kita akan kehilangan kekayaan keanekaragaman hayati, pasokan kayu, pendapatan, dan berbagai jasa lingkungan. Kita akan kehilangan, berbagai jasa yang disediakan oleh ekosistem, seperti pengaturan air tawar dan pencegahan erosi tanah. Dimana jasa pengaturan air tawar ini akan menjamin sediaan air bersih untuk konsumsi di perkotaan.

e. dan masih ada beberapa hal lagi.

Sepatutnyalah sebagai manusia yang bermoral dan yang lebih beruntung, hendaklah kita masing-masing harus melihat kembali pada diri kita sendiri dan tanyakanlah bagaimana kita dapat menahan diri melihat kondisi tersebut sekarang ini dan di masa depannya. Tapi itu memang potret-potret kondisi lingkungan hidup di kota kita ini, yang juga menjadi bagian tak terpisahkan dari denyut hidup kota ini, dan bayangkanlah bagaimana kondisinya di masa yang akan datang jika ini dibiarkan begitu saja. Sekali lagi, degradasi lingkungan hidup di perkotaan yang cenderung semakin meningkat tajam diyakini akan memberikan dampak buruk bagi keberlangsungan kehidupan manusia.

Melihat hal tersebut, diharapkan dengan melalui penyelenggaraan kegiatan JOGJAKU RUWET 2005 ini akan menjadikan sebagai sebuah momen awal bagi kita bersama untuk melihat kembali dan merefleksikan kondisi-kondisi yang terjadi dan berlangsung di sekitar kita. Dimana dari sini harapannya adalah akan memunculkan sebuah motivasi bersama untuk mengupayakan sebuah tindakan konkrit yang inovatif dan arif sebagai solusi dari kondisi-kondisi yang berlangsung tersebut. Dan menjadikan sebagai tanggung jawab bersama.

MAKSUD DAN TUJUAN

Ø media pendidikan lingkungan kepada publik tentang fungsi penting dari ekosistem hayati (lingkungan hidup), kondisi penurunan kualitas lingkungan hidup saat ini, dan pentingnya upaya pelestarian sehingga bermanfaat dan sebagai daya dukung bagi keberlanjutan kehidupan (manusia).

Ø Penyebaran informasi untuk mendorong kepedulian dan partisipasi masyarakat luas dalam pelestarian lingkungan hidup dan kekayaan keanekaragaman hayati

Ø penggalangan dana untuk kegiatan yang dilakukan dalam upaya konservasi lingkungan hidup di perkotaan Jogjakarta (program pendidikan lingkungan perkotaan untuk usia dini di sekolah dasar di DIY).

SASARAN :

a. masyarakat Jogjakarta pada umumnya

b. komunitas-komunitas seni dan budaya

c. pihak pengambil keputusan dan pemerintahan daerah terkait

d. pihak swasta yang berkompeten

e. publik yang lebih luas lagi

OUTCOME

a. Meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat luas terhadap pentingnya upaya pelestarian lingkungan hidup, sebagai daya dukung keberlanjutan kehidupan manusia.

b. Meningkatkan keterlibatan masyarakat luas secara aktif untuk berpartisipasi dalam usaha-usaha pelestarian terhadap lingkungan hidup.

OUTPUT

Ø ART EXHIBITION AND SALE : Festival Seni Rupa Lingkungan Perkotaan “ JOGJAKU RUWET “ Oktober 2005

Detail :

1. Extravaganza. Opening ceremony akan dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 1 Oktober 2005 pukul 19.00 wib diawali dengan orasi tentang perkembangan kondisi lingkungan hidup perkotaan Jogjakarta dewasa ini oleh Pak Bobby Setiawan (Pimpinan PSLH UGM), kemudian disambung sebuah refleksi dengan pembacaan syair oleh Mas Landung Simatupang dengan diiringi ilustrasi musik dari Komunitas Musik Gergaji. Dan sambutan pembukaan oleh Walikota Jogjakarta Bp.Hery Zudianto, yang secara simbolis akan membuka event ini secara resmi. Dan selanjutnya beserta para tamu undangan lainnya berkenan mengunjungi dan menorehkan prasasti. Sambil menikmati hidangan jajanan pasar dan ramah tamah.

2. Art Exhibition & Sale : Pameran Seni Rupa Lingkungan Perkotaan. Menampilkan karya-karya seni dari seniman lokal Jogjakarta, yang mengangkat tema-tema tentang berbagai permasalahan lingkungan hidup perkotaan Jogjakarta secara khususnya. Dan hasil penjualan yang terkumpul dari karya-karya seni yang dipamerkan ini akan disumbangkan dan dikelola untuk aktifitas-aktifitas konkrit konservasi lingkungan hidup di Jogjakarta secara khususnya, oleh lembaga konservasi lingkungan hidup yang ditunjuk (akan dialokasikan untuk program pendidikan lingkungan perkotaan bagi anak usia dini di sekolah dasar di Jogjakarta).

Ø PUBLIKASI

Aspek penting yang menjadi pendukung utama dalam proses kegiatan ini, dengan melibatkan dan memaksimalkan berbagai media informasi yang ada.

PELAKSANA KEGIATAN

Kegitan ini dilaksanakan secara berkolaborasi oleh Yayasan HIJAU - GPL Jogjakarta, Hotel Melia Purosani Jogjakarta, dan Yayasan Kanopi Indonesia. Dengan juga melibatkan berbagai pihak terkait seperti Pemerintah Kota Jogjakarta, Bapedalda DIY, PSLH UGM, BKSDA DIY, Seniman-seniman muda Jogjakarta, Planet Notebook, Jogja TV, Majalah GONG, pihak Media Massa, dan berbagai lembaga/organisasi/institusi terkait yang ada di Jogjakarta.

WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN

Kegiatan Art Exhibition & Sale : Festival Seni Rupa Lingkungan Perkotaan “ JOGJAKU RUWET “ akan dibuka pada hari Sabtu tanggal 1 Oktober 2005 (pukul 19.00 wib) bertempat di SOKA Lounge, Lobby Lt. Dasar Hotel Melia Purosani. Dan selanjutnya festival akan berlangsung selama sebulan penuh, sampai dengan tanggal 30 Oktober 2005, bertempat di Koridor Lt.Dasar dan Mezzanin Floor Lt.1 Hotel Melia Purosani Jogjakarta.

PENUTUP

Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas partisipasi dan dukungan sepenuhnya , baik materiil maupun non-materiil, untuk semua pihak yang telah berkenan mendukung terselenggaranya kegiatan ini.

Makalah Diskusi, Hari Bumi 2002

MULAI DARI DIRI KITA SENDIRI[1]

M. Panji Kusumah[2]

Tunas, akan selalu tumbuh dan berkembang sehingga menjadi sesuatu yang berguna di kemudian hari......

Sangat banyak kegelisahan yang menghinggapi diri kita berkait dengan keadaan bumi saat ini. Semakin hari semakin bertambah kerusakan yang ada. Di koran, majalah, televisi, dan radio selalu mengabarkan bencana, kerusakan hutan, laut, musnahnya berbagai spesies, polusi udara, air, tanah, dan masalah sampah yang tak kunjung usai. Seakan tak ada berita lain yang bisa melegakan hati.

Sebenarnya apa yang terjadi? Kita hidup di lingkungan kota terpelajar, bahkan kita mempunyai universitas besar yang didalamnya terdapat pemikir-pemikir handal yang diharapkan mampu untuk memberikan partisipasinya terhadap kerusakan lingkungan di muka bumi ini. Tak kurang pula pemuda yang diwakili pelajar dan mahasiswa, yang kita tahu mempunyai semangat juang tinggi dan selalu berapi-api. Demikian juga pemerintah daerah yang selayaknya selalu mengusung falsafah Jawa yang adiluhung dalam menjalankan pemerintahannya. Lalu apa yang kurang ?!

Pasti kita masih ingat pepatah yang mengatakan Tong Kosong Berbunyi Nyaring. Banyak bicara tanpa melakukan hal-hal yang lebih nyata. Banyak mengatur dan banyak berharap namun tak memberikan contoh yang sesuai. Banyak penelitian tanpa menerapkan hasilnya untuk kepentingan orang banyak. Sungguh menyedihkan !!

Tidak harus menyelamatkan lingkungan dalam skala besar, walaupun perlu dimengerti tentang konsep dari hulu ke hilir. Lihat sampai dimana kemampuan kita dan apa yang dapat dilakukan. Perhatikan dulu lingkungan sekitar dan diri kita sendiri, sudahkah melakukan hal yang nyata ? Gaya hidup sehari-hari terhadap listrik, air, dan sampah, serta keragaman hayati misalnya, bagaimana kita mensikapinya ? Reuse (pakai ulang), recycle (daur ulang), reduce (mengurangi), refill (isi ulang) ?!?!

Jogja panas, lalu apa yang bisa kita lakukan ? Pakai AC atau menanam pohon ? Kita bisa membayangkan bila berjalan dari Bunderan hingga Gedung Pusat dengan dipayungi keteduhan pohon perindang, yang sangat mungkin diiringi nyanyian burung yang hinggap dan membuat rumah di pohon tersebut. Kita akan sadar betapa fungsi pohon sangat berguna bagi kehidupan ini.

Banyak hal yang sebenarnya dapat dilakukan, seperti perlunya program belajar bersama melalui pendidikan lingkungan yang melibatkan berbagai fakultas dengan disiplin ilmunya masing-masing dan lembaga penelitian, lewat diskusi-diskusi, buletin, kegiatan seni budaya, dan yang paling penting adalah aksi nyata, yang dilakukan secara terprogram dan terus menerus mulai dari tingkat fakultas, universitas, sampai masyarakat luas termasuk pemerintah. Akan menjadi contoh yang baik kepada masyarakat bila kita mampu menata kampus dengan sesuatu yang nyata dan membumi, sehingga kita dan masyarakat luas tidak kesulitan untuk mencerna dan melakukannya. Lalu kapankah kiranya kita dapat menjalin kerjasama, saling melengkapi dengan segala perbedaan yang ada, dan tidak terhenti setelah acara ini selesai. Optimis dan perbuatan nyata yang lebih bermaknalah yang kita harapkan.

Mari berbuat untuk lingkungan..................................saat ini dan selamanya !!

Siapa lagi kalau bukan kita dan kapan lagi kalau bukan sekarang !!

(Sumber: Bulletin Wanadri no: 12, 1996)



[1] Disampaikan dalam acara diskusi hari Bumi, Potensi Mahasiswa di Era Otonomi Daerah dalam Perpektif Lingkungan Hidup, Mapagama, 29 April 2002

[2] Anggota Hijau – Gerakan Peduli Lingkungan Yogyakarta, email: hijau@bubu.com

POSTER KEGIATAN HARI BUMI 2002

ORIGAMI (seni melipat kertas)

Sabtu, 27 April 2002, mulai pk. 14.30 – 17.30 wib

Minggu, 28 April 2002, mulai pk. 10.00 – selesai

Kontribusi peserta: Rp. 1.000,-

Keterangan: Peserta bawa kertas origami/ kado, kertas manila, krep, kertas bekas, spidol, lem, gunting, penggaris.

Pengajar: Mahasiswa Sastra Jepang UGM dan teman2 dari Jepang.

PENTAS SENI ANAK

Minggu, 28 April 2002, mulai pk. 09.00 wib

Tema: Selamatkan Bumi Demi Masa Depan Kita Bersama

Bentuk pentas bebas ( musik, tari, drama, puisi, pantomim, lagu, monolog, kethoprak, atraksi, dll)

Kontribusi peserta & penonton: kertas bekas (Koran, majalah, dll)

TEMPAT:

Auditorium Lt. 3 Fakultas Ilmu Budaya (Sastra) UGM

INFORMASI HUB: Hijau – Gerakan Peduli Lingkungan,

telp: 624644, email: hijau@bubu.com, atau Panji – 0817267924 atau

Pey – 08562854132 atau sekolah masing-masing.

Hari Bumi 2002

Hari Bumi yang jatuh setiap tanggal 22 April 2002 banyak diperingati para pemerhati permasalahan lingkungan hidup dari mapala, LSM maupun dari pemerintah. Hari bumi sampai saat ini masih dipercaya oleh para pemerhati lingkungan hidup sebagai hari “suci-nya”, sehingga setiap tanggal tersebut banyak sekali momen yang diadakan hanya untuk ‘sekedar’ memperingatinya. Mulai dari aksi penutupan kampus, bersih-bersih, demo, happening art, instalasi seni, pentas-pentas kepedulian, dll. Para pemerhati lingkungan hidup mencoba mengajak masyarakat umum untuk lebih peduli terhadap kasus-kasus lingkungan hidup yang terjadi dan tentunya dalam setiap kegiatan yang dilakukan selalu melibatkan massa yang tidak sedikit.

Seperti halnya yang dilakukan oleh Hijau-Gerakan Peduli Lingkungan bekerja sama dengan Kapalasastra UGM dan mahasiswa sastra Jepang FIB UGM pada hari Sabtu-Minggu tanggal 27-28 April 2002 di auditorium FIB UGM. Rangkaian kegiatan yang dilaksanakan tersebut mendapat atensi yang cukup bagus dari kalangan masyarakat khususnya anak-anak sekolah dasar di Yogyakarta. Kegiatan yang bertajuk pentas suara anak “Kado untuk Bumi” ini diikuti anak-anak dari SD Bagunrejo I, SD Ungaran I & III dan dari SD Serayu I. Juga diikuti oleh anak-anak selain dari SD-SD tersebut yang mengikuti menu acara secara individu. Workshop Origami (seni melipat kertas dari Jepang) yang dipandu oleh mbak Wasita dari jurusan Sastra Jepang dilaksanakan pada hari Sabtu (27 April 2002) cukup bayak diminati kalangan anak-anak. Dilanjutkan pada hari Minggu (28 April 2002) yang merupakan rangkaian hari Sabtu adalah Pentas Suara Anak. Banyak menu acara, yang dilaksanakan pada hari itu antara lain drama, puisi, band, monolog, poco-poco, sastro minthi dan juga dimeriahkan permainan musik biola oleh Uli dari murid SD Ungaran I Yogyakarta.

Kegiatan ini ternyata sangat berguna bagi murid-murid SD, hal ini tercermin dari interaksi yang terjadi antara anak-anak yang ternyata berbeda SD. Kegiatan seperti inilah yang seharusnya dilaksanakan untuk masa-masa yang akan datang, karena dengan kegiatan ini anak-anak bisa mengeluarkan kemampuan mereka dalam berekspresi, terutama eskpresi mereka terhadap lingkungan hidup. Sehingga pengenalan dini anak-anak terhadap lingkungan hidup bisa diptimalkan, ungkap Bu Susi guru SD Bangunrejo I yang dibenarkan oleh Bu Dewi guru dari SD Ungaran I. Semetara itu ketua panitia M. Panji Kusumah, SIB. dari Hijau GPL berpendapat bahwa hari Bumi ini bisa merupakan “lahan” dimana kita bisa saling mengingatkan akan bahaya-bahaya kerusakan Bumi yang terjadi dengan cepat. Anak-anak menjadi target utama karena merekalah yang nantinya menghuni Bumi kita ini, anak-anak inilah yang akan merasakan secara langsung ketika bumi mengalami kerusakan. Banyak hal yang bisa kita lakukan untuk menyelamatkan bumi ini yaitu dengan pola gaya hidup yang hijau atau dengan berpartisipasi dalam upaya-upaya penyelamatan lingkungan, tegas Panji Kusumah.

Kegiatan yang diikuti oleh anak-anak ini juga diikuti oleh para orang tua murid yang sengaja hadir untuk mengantar anak-anaknya yang berpartisipasi dalam acara ini, pada kesempatan itu di gunakan oleh panitia kegiatan untuk berkampanye atau mengajak para orang tua murid untuk ikut berpartisipasi dalam upaya-upaya penyelamatan bumi. Para orang tua menyambut dengan baik cara atau upaya-upaya yang dilakukan panitia untuk mengingatkan dan mengajak orang tua murid dan anak-anak sekolah dasar untuk pelestarian lingkungan hidup

Kegiatan yang dilakukan oleh Hijau GPL, Kapalasastra UGM dan Mhs Sastra Jepang ini akan di tutup pada hari Selasa (30 April 2002) dengan acara Musik Hemat Energi. Acara ini dilaksanakan di panggung terbuka FIB UGM mulai pukul 19.00 wib. Dalam acara ini akan dikenalkan bagaimana tindakan-tindakan efektif dan sederhana untuk ikut berpertisipasi dalam upaya pelestarian lingkungan hidup kepada masyarakat umum yang hadir dalam acara tersebut. Pentas musk ini akan dimeriahkaan oleh UGD, Sandalaras, Sastro Moeni, Pine apple, dll. Acara hiburan ini dmaksudkan untuk menghibur dan juga mengingatkan kembali manfaat dan fungsi lingkungan hidup bagi kehidupan manusia.